Kamis, 27 November 2014

Jilbab Hati atau Jilbab Aurat Dulu?

Ilustrasi. (twitter.com/FaziaHijab)Yang penting hatinya berjilbab dulu…baru memakai jilbab beneran”.
Saya belum berani berjilbab … belum pantas”.
Sebenarnya sudah pingin sekali berjilbab, Mbak … tapi aku masih seperti ini. Pantaskah?”
Kita mungkin pernah mendengar ungkapan–ungkapan demikian atau yang sejenis. Kemarin, sahabat saya sendiri pun mengatakan hal serupa. Pertanyaan baliknya, “Jika merasa belum pantas mengenakan jilbab, apakah tidak berjilbab akan lebih pantas?”
Merasa diri masih banyak kekurangan, sah–sah saja. Memang lebih baik demikian daripada merasa diri sudah numero uno, sudah good enough sehingga tidak perlu memperbaiki segala yang masih perlu direnovasi. Kewajiban kita adalah introspeksi diri agar kita tidak termasuk orang–orang yang merugi karena hari ini tidak lebih baik dari kemarin. Tapi untuk urusan berjilbab, ceritanya lain.
Menutup aurat adalah perintah Allah SWT terhadap kaum Hawa. Allah memerintahkan agar kaum wanita menjulurkan jilbabnya menutupi seluruh tubuh. Seperti yang termaktub dalam kedua ayat berikut ini:
“Katakanlah kepada wanita-wanita beriman: ‘Hendaklah mereka menahan pandangan mereka, dan memelihara kemaluan mereka, dan janganlah mereka menampakkan perhiasan mereka kecuali yang (biasa) nampak daripadanya.’” (Qs. An-Nuur: 31)
Dan firman-Nya,
“Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin, ‘Hendaklah mereka menjulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.’ Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenali, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Qs. Al-Ahzaab: 59)
Perintah untuk berjilbab diturunkan oleh Allah SWT untuk melindungi kaum wanita dari gangguan-gangguan yang dapat merusak kemuliaan dan kehormatannya dalam segala aspek kehidupan mengingat wanita identik dengan makhluk lemah yang berliput keindahan. Sebagaimana yang pernah disabdakan oleh Abul Qasim Muhammad bin ‘Abdullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang artinya,
“Wanita itu adalah aurat, jika ia keluar rumah, maka syaithan akan menghiasinya.” (Hadits shahih. Riwayat Tirmidzi (no. 1173), Ibnu Khuzaimah (III/95) dan ath-Thabrani dalam Mu’jamul Kabiir (no. 10115), dari Shahabat ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhuma)
Ketika krenteg dalam hati untuk memakai jilbab sudah muncul, alangkah baiknya jika segera diwujudkan. Menunggu menjilbabi hati, akan sampai kapan? Adakah standard khusus hingga seperti apa hati kita lantas kita sudah disebut layak untuk berjilbab? Sampai hati kita benar–benar seputih salju? Mungkinkah? Malaikat namanya jika tidak berbuat dosa sama sekali. Sedangkan kita, hanya manusia biasa yang melakukan amar ma’ruf, tapi juga melakukan kesalahan dan dosa.
Menjilbabi hati beranalogi dengan khusyu’ dalam shalat. Kita harus khusyu’ ketika mengerjakan shalat. Melupakan segala hal yang bersifat duniawi dan hanya mengingat Allah SWT semata. Tentu saja, sangat sulit dilakukan. Tapi apakah lantas kita berhenti shalat karena merasa belum bisa khusyu? Sebaliknya, kita terus mengerjakan shalat dan sedikit demi sedikit terus belajar agar lebih khusyu’. Jika kita berhenti mengerjakan shalat, maka kita tidak akan tahu seperti apa rasanya khusyu’. Demikian juga hati, semestinya tidak menjadi penghalang ketika kita ingin mengenakan jilbab. Alangkah baiknya jika mulai hari ini kita kenakan jilbab, lalu seterusnya sedikit demi sedikit kita belajar memperbaiki hati kita.
Menjilbabi aurat, sebenarnya adalah menjilbabi hati juga. Mempercantik aurat sama halnya dengan mempercantik hati kita. Saya katakan demikian sebab memakai jilbab adalah perintah paten dari Illahi Rabbi. Tidak bisa ditawar-tawab lagi kecuali bagi wanita–wanita yang tidak terkena kewajiban memakainya. Membayangkan gerahnya berjilbab di saat udara panas, meninggalkan baju–baju bagus yang dimiliki untuk diganti dengan busana muslimah, menutupi rambut dengan selembar jalabib padahal biasanya dipuji–puji orang karena indah berkilau, menutupi leher jenjang yang biasanya menjadi daya tarik tersendiri. Duhh…beratnya. Ketika kita bismillaah memantabkan niat untuk berjilbab, meninggalkan semua yang memperberat langkah untuk berjilbab, artinya kita menangkan satu peperangan besar melawan diri sendiri. Maka bertambah cantiklah hati kita karena sekali lagi kita kalahkan hawa nafsu dan menggantinya dengan bi tho’atillaah.
Jadi, manakah yang didahulukan? Menjilbabi hati atau menjilbabi aurat dulu? Jawabnya mari kita lakukan keduanya bersama–sama sebab ketika kita menjilbabi aurat sebenarnya kita telah satu langkah menjilbabi hati kita.
Berjilbab bukan hanya sebuah identitas fisik sebagai seorang muslimah. Menutup aurat adalah perintah wajib yang merupakan bukti ketaatan terhadap perintah Allah SWT dan Rasul-Nya sebagaimana kewajiban shalat, puasa, haji bagi yang mampu, dan ibadah-ibadah lainnya. Ketika kita ingin menjadi muslimah yang kaaffah, maka sudah seharusnya kita terketuk untuk melaksanakan perintah-Nya, bukan?
Wallahu a’lam bisshawab.

Di Balik Jilbab Seorang Muslimah

Ilustrasi. (deviantart.com / zetrum)Dahulu, masyarakat memandang sebuah jilbab yang dikenakan seorang wanita adalah hal yang belum lazim. Bisa dikatakan jumlah wanita berjilbab kala itu masih minim. Beberapa pandangan tertentu dari masyarakat terhadap seseorang yang mengenakan jilbab, membuat sebagian besar wanita yang beragama Islam masih enggan atau merasa belum siap mengenakan penutup aurat itu. Namun, sekarang zaman telah berubah. Kini, berjilbab tengah digandrungi oleh masyarakat. Jilbab seakan menjadi gaya berbusana (fashion) tersendiri yang digemari.
Pada dasarnya, berjilbab dan menutup aurat memang sudah menjadi kewajiban bagi setiap muslimah. Seperti tercantum dalam Al-Qur’an Surat Al-Ahzab ayat 59:
“Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Dari Surat Al-Ahzab tersebut, kita sebagai wanita memang sudah seharusnya mengenakan jilbab dan menutup aurat. Dan, bolehlah kita mengucap syukur dengan fakta bahwa dewasa ini sudah banyak kita jumpai para wanita mengenakan jilbab, dari anak-anak, remaja, sampai ibu-ibu.
Namun, yang perlu kita perhatikan adalah pada masa kini esensi dari berjilbab seakan sudah memudar. Jilbab yang seharusnya difungsikan sebagai penutup aurat, kini telah menjadi gaya berbusana (fashion) bagi para wanita. Tujuan mereka mengenakan jilbab bukanlah lagi sebagai penutup aurat, melainkan sebagai suatu cara untuk terlihat lebih modis dan lebih menarik.
Model berjilbab pun kini sudah bermacam-macam. Jilbab tak lagi dipandang sebagai kain, bahan, atau semacamnya yang menutupi aurat, terutama bagian dada. Jilbab yang seharusnya menjuntai ke bawah menutupi dada, kini malah berbelit-belit di kepala dan menyisakan sedikit bagian yang menutupi dada. Jilbab modis, begitu orang-orang menyebutnya.
Begitu pun dengan pakaian. Sudah banyak kita menemukan pemandangan di mana terdapat wanita berjilbab mengenakan pakaian yang ketat. Lekuk tubuhnya pun masih jelas terlihat. ‘Mengundang’ kaum adam untuk melemparkan pandangannya. Mereka seakan sudah tidak mempedulikan hal tersebut lagi. Yang terpenting adalah bagaimana mereka terlihat lebih modis dengan gaya berbusana dan jilbab model terbaru, serta bagaimana mereka bisa tampil menarik di muka umum.
Jika banyak wanita muslimah yang mengaku berjilbab namun masih memperlihatkan aurat-aurat—dengan menutupi hanya sekadarnya dan memakai pakaian-pakaian yang ketat—apa bedanya dengan mereka yang belum berjilbab? Memang, setidaknya mereka yang mengenakan jilbab modis tersebut sudah melaksanakan perintah Allah SWT, tapi apakah cukup hanya sekadar menutup aurat? Jika kita memang muslimah yang beriman dan bertakwa, sudah barang tentu kita menjalankan perintah Allah SWT sepenuhnya, bukan setengah-setengah.
Lagipula, bukankah sudah disebutkan dalam Al-Qur’an pada QS An-Nuur ayat 31:
 “Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya…”
Sebagai wanita yang beriman, seharusnya kita menyadari bahwa jilbab tak seharusnya dijadikan sebagai ‘perhiasan’. Jilbab bukanlah untuk menarik perhatian, melainkan menjaga pandangan para kaum adam terhadap kita, para wanita.
Oleh sebab itu, alangkah baiknya jika kita, para wanita muslimah, membenahi diri mulai dari sekarang. Mari, renungkan kembali alasan kita berjilbab dan menutup aurat. Janganlah semata-mata demi penampilan kita memilih untuk berjilbab. Berjilbablah untuk menata diri menjadi pribadi yang lebih baik, berjilbablah untuk menjaga akhlak, dan berjilbablah hanya karena Allah SWT, bukan karena alasan yang lain. Semoga dengan adanya usaha perbaikan diri, kita termasuk golongan orang-orang yang beruntung di dunia maupun di akhirat.

Demi Jilbab, Seorang Murid di Kosovo Terusir dari Kelas

Florinda Zeka telah bertekad. “Jika mereka meminta saya menanggalkan jilbab, saya tak akan melakukannya,” ujarnya. Gadis berusia 17 tahun ini sejak Maret lalu terpaksa harus meninggalkan sekolah karena berjilbab. Ia tertimpa dampak kebijakan Pemerintah Kosovo yang melarang penggunaan jilbab di sekolah-sekolah umum.Dengan kebijakan itu, Zeka yang tinggal di pinggiran kota wilayah Kosovo Tengah ini dipaksa untuk memilih. Dan ia telah menjatuhkan pilihannya, meninggalkan sekolah. “Sebab, bagi saya jilbab lebih penting dibandingkan sekolah. Jilbab hal paling berharga di dalam kehidupan saya,” katanya seperti dikutip BBC, Selasa (24/8).
Kini, otoritas lokal sedang mempertimbangkan keputusan apakah akan mengizinkan Zeka kembali ke kelas atau tidak, setelah liburan musim panas ini. Ia mengungkapkan kesedihannya atas munculnya larangan jilbab. Ia pun merasakan diskriminasi. Sebab, ia ingin memiliki hak seperti orang lain, bersekolah.
Ia benar-benar rindu kembali ke sekolah, tentu dengan penutup auratnya. Kosovo, yang secara unilateral mendeklarasikan kemerdekaannya dari Serbia pada 2008 silam, menetapkan larangan jilbab di sekolah umum pada akhir tahun lalu. Langkah ini dianggap pemerintah sesuai dengan konstitusi yang menyatakan Kosovo negara sekuler.
Namun, sejumlah kalangan meyakini motif sebenarnya adalah keinginan pemerintah agar Kosovo seperti negara Barat. Yang menegaskan bahwa mereka benar-benar menganut nilai-nilai Eropa. Dengan harapan, Kosovo secara mudah bisa bergabung dalam Uni Eropa. Langkah yang hampir sama dilakukan Turki.
Di sisi lain, mereka menunjuk kan satu fakta lainnya. Untuk mencapai tujuannya, pemerintah mendorong pembangunan katedral Katolik besar yang kini masih berlangsung. Lokasinya di ibu kota negara, Pristina. Sedangkan Muslim, yang jumlahnya lebih dari 90 persen dari populasi, terpaksa harus shalat hingga trotoar.
Hal ini terjadi karena sempitnya masjid-masjid yang ada di kota tersebut. Deputi Menteri Luar Negeri Vlora Citaku, menyampaikan dalih pemerintah soal pelarangan busana Muslimah. “Jilbab di Kosovo bukan elemen dalam identitas kami. Jilbab merupakan pertanda penyerahan diri perempuan kepada laki-laki,” katanya.
Menurut dia, tak mungkin seorang gadis berusia 16 tahun atau 17 tahun mampu membuat keputusan secara sadar untuk memakai jilbab. Ia mengatakan, pelarangan tak akan diberlakukan di universitas. Pemerintah, kata dia, mempertimbangkan soal kedewasaan terkait jilbab.
Secara umum, jelas dia, ada persepsi bahwa setelah berumur 18 tahun ke atas seseorang mampu membuat keputusan secara mandiri. Dengan demikian, perempuan itu melakukan sesuatu bukan karena dorongan atau paksaan di luar dirinya. Ia menegaskan, banyak orang yang mendukung larangan jilbab di sekolah-sekolah umum.
Menurut dia, daripada memberikan fokus pada kelompok marginal lebih baik perhatian diberikan kepada mereka yang mayoritas. Banyak orang tua menyampaikan rasa khawatir tentang anaknya yang mengenakan jilbab. Pada Juni lalu, keputusan pemerintah ini memicu unjuk rasa 5.000 orang di Pristina.
Para pemimpin Muslim menegaskan, mereka akan mengadukan pemerintahnya ke Pengadilan HAM Eropa jika keputusan pelarangan jilbab itu tak dihapuskan. Besa Ismaili, salah seorang yang menentang pelarangan penggunaan jilbab di sekolah umum, menyatakan kebijakan itu mempengaruhi dukungan publik terhadap Pemerintah Kosovo. (irf/Ferry Kisihandi/RoL)

Tahani Amer, Ilmuwan Berjilbab di NASA

Penampilan perempuan itu mencolok di jajaran foto pegawai perempuan di Badan Antariksa Amerika  Serikat (NASA), terpampang di lamanWomen@NASA. Dia satu-satunya yang mengenakan kerudung.
Nama perempuan itu Tahani Amer, doktor bidang teknik dari Old Dominion University di Norfolk, Virginia. Sehari-hari, ia bekerja di cabang Computational Fluid Dynamics (CFD) atau Komputasi Dinamika Fluida NASA. Di situ dia berjibaku dengan kode komputer CFD sampai memanjat langit-langit  terowongan angin untuk memasang alat  pengukur kecepatan.
“Aku seorang muslim Amerika, pegawai NASA, yang tumbuh di pinggiran kota Kairo, Mesir,” kata Amer, seperti dimuat situs NASA.
Minat Amer pada teknik timbul saat ia melihat ayahnya memperbaiki mesin mobil di apartemennya yang kecil di Mesir. Sementara kecintaannya pada matematika memuluskan jalannya menjadi insinyur aeronautika yang bekerja di salah satu lembaga paling terkemuka dunia. “Bagi saya, pendidikan adalah kunci yang membuka banyak peluang,” kata dia.
Amer menceritakan awalnya ia ingin masuk sekolah kedokteran di Kairo. Namun, pilihan hidupnya mengubah cita-citanya. Ia menikah di usia 17 tahun dan pindah ke Amerika Serikat.
“Matematika adalah subyek favorit saya,” kata dia. “Saat tiba di AS pada 1983 dan masuk ke kelas kalkulus pertama saya, saya tak bisa bicara satu katapun dalam Bahasa Inggris. Tapi saya bisa memperoleh nilai A dalam mata pelajaran itu,” cerita dia. Saat itulah Amer merasa, karirnya di bidang teknik akan menjadi masa depannya.
Ia pun berhasil menyelesaikan kuliah non-gelarnya di bidang teknik dalam dua tahun, sembari mengasuh dua anaknya yang masih kecil. Lalu ia meraih gelar sarjana di bidang teknik, disusul master di teknik aeronautika, dan lalu doktor di bidang teknik.
Amer memulai karirnya di NASA pada tahun 1992, di proyek CFD. Sejak itulah ia mendapatkan banyak pengalaman berharga bekerja sama dengan banyak ilmuwan cerdas yang mencintai pekerjaannya. Lalu, ia bekerja di salah satu terowongan angin NASA untuk melakukan eksperimen tekanan dan termal cat sensitif. “Aku bekerja dengan kode-kode komputer CFD dan memanjat langit-langit untuk menginstal alat kecepatan. Ini luar biasa, aku seperti gadis kecil di ‘toko permen’ NASA. Segalanya terasa mungkin.”
Amer mengaku tak pernah merasa bosan bekerja di NASA. Ia bahkan berhasil menemukan dan mematenkan sistem untuk mengukur konduktivitas termal film tipis.
Mendapat anugerah otak encer dan kesempatan memperoleh pendidikan, membuat Amer tak pelit berbagi ilmu. Ia rajin ikut serta dalam program sosial yang  diselenggarakan NASA.
Ia pun aktif di masjid, untuk mengajar soal Islam dan mengaji Alquran untuk anak-anak. “Paska serangan 11 September saya ikut serta memberi pemahaman tentang Islam di komunitas saya. Saya juga memberi ceramah di gereja-gereja, di banyak universitas, dan sekolah lokal. Bahkan ada surat kabar lokal yang mewawancaraiku soal Islam,” kata Amer.
Selama hidupnya Amer punya tiga prinsip: melayani Tuhan maka Anda melayani semua makhluk; bahwa pendidikan adalah kunci yang membuka peluang; dan berusaha melayani orang lain dengan welas asih dan kebaikan.
“Dengan tiga prinsip itu saya mencoba menerapkan standar hidup sehari-hari untuk menantang diri saya sendiri dalam pekerjaanku di NASA, berusaha terus memperbaiki diri, dan membantu orang lain melalui sebuah organisasi besar: NASA.”
NASA mengembangkan laman Women@NASA sebagai usaha membantu siswi sekolah menengah untuk mengeksplorasi peluang karir di bidang sains, teknologi, teknik, dan matematika. (kd/Elin Yunita Kristanti/Vivanews)

Kini Makin Banyak Muslimah di Serbia yang Berani Kenakan Jilbab

Syiar Islam kini mulai tumbuh subur di Serbia, negara di semenanjung Balkan yang semula berhaluan komunis. Salah satu indikatornya, makin banyak Muslimah yang tak takut lagi menunjukkan identitasnya dengan mengenakan jilbab.
Awal bulan ini, tujuh perempuan muda dan satu wanita dewasa memutuskan untuk mengadopsi pemakaian jilbab hari itu juga setelah menghadiri debat yang berjudul “Bagaimana Muslimah Berbusana”  yang diselenggarakan oleh Universitas Internasional Novi Pazar. Mufti lokal, Muamer Zukorlic, tampil sebagai pembicara.
Keputusan mereka serta-merta didukung hadirin. Mereka bertepuk tangan setelah ke delapan wanita itu keluar dengan penampilan baru mereka, berbalut busana Muslimah.
Secara keseluruhan, hanya sejumlah kecil wanita Muslim di Serbia yang mengenakan jilbab. Namun kecenduran makin meningkatkan perempuan berjilbab baru-baru ini sempat membuat polemik: apakah perlu penggunaan jibab dilarang atau tidak.
Corovic Aida, seorang aktivis hak asasi manusia di Novi Pazar dan kepala Urban In, sebuah LSM advokasi, mengatakan pemakaian jilbab lebih soal fashion daripada iman. Namun jilbab juga bisa merupakan respons terhadap tekanan dari keluarga dan lingkungan. “Kebanyakan perempuan muda di bawah 18 tahun memakai jilbab, dan sebagian besar bahkan tidak menyadari artinya,” katanya.
Muhamed Jusufspahic, wakil Reis-ul-ulama dari  Komunitas islam Serbia mengatakan negara tak perlu mengatur busana warganya. Sebagaimana kaum Muslimah, katanya, pilihan mengenakan jilbab semestinya diserahkan pada mereka.
Selama era Komunis di Yugoslavia, sebuah undang-undang pada tahun 1950 melarang perempuan mengenakan pakaian yang menutupi wajah. Aturan itu akhirnya dicabut.  Saat ini, tidak ada hambatan seperti itu untuk wanita di Serbia. Mereka bahkan bisa difoto untuk dokumen identitas dalam  pakaian Muslimah.
Dalam perang Balkan, serbia menempatkan kaum Muslim sebagai musuh utama. Genosida warga Muslim dilancarkan dan ribuan Muslim syahid dibantai.
Parlemen Serbia tahun lalu menyampaikan permintaan maaf atas peristiwa pembantaian ribuan warga Muslim Bosnia pada Perang Balkan pada 1995. Namun mereka menolak aksi kekerasan saat itu disebut sebagai sebuah peristiwa genosida. (Siwi Tri Puji Bwww.balkaninsight.com/RoL)

Demi Mempertahankan Jilbab, Muslimah ini Rela Mundur sebagai Karyawan Bank dan Bayar Denda 10 Juta

Suryani Wahyu Lestari.  (goriau.com) Hidayah bagi hamba Allah bisa datang kapan saja dan melalui peristiwa yang tidak diduga-duga. Itulah yang terjadi pada diri Suryani Wahyu Lestari, gadis cantik yang kini tercatat sebagai mahasiswi di Jurusan Ilmu Komunikasi STISIP Persada Bunda Pekanbaru ini mendadak memutuskan menutup seluruh auratnya (memakai jilbab), setelah dirawat beberapa hari di salah satu rumah sakit swasta di Pekanbaru.
“Saya memutuskan memakai jilbab sekitar dua minggu setelah keluar dari rumah sakit. Sebelumnya saya terus didukung abang kandung saya dan sahabat-sahabat saya menggunakan jilbab, namun jujur saja ketika itu hati saya belum tergerak ke sana (memakai jilbab). Saya waktu itu masih berfikir, kalau ibadahnya belum mantap, jangan dulu pakai jilbab. Anehnya, dua minggu setelah keluar dari rumah sakit, Bulan Ramadan lalu, saya merasa tidak pantas lagi dan merasa malu memakai rok pendek. Saya berfikir, bagaimana kalau sedetik lagi nyawa saya dicabut malaikat, sementara saya dalam keadaan tidak menutup aurat,” cerita gadis yang akrab dipanggil Ayi tersebut, Minggu (31/8/2014).
“Saya jadi malu, karena ketika memakai rok pendek, kemana pun saya pergi saya merasa laki-laki selalu memperhatikan bagian tubuh saya yang tidak tertutup. Di tempat kerja, karena harus memakai rok agak pendek saya juga merasa tubuh saya selalu jadi sasaran mata laki-laki, sehingga saya merasa malu dan tidak nyaman,” sambungnya.
Setelah memakai jilbab, Suryani mengaku merasa hidupnya lebih nyaman dan lebih terhormat sebagai perempuan. Ibadahnya juga lebih baik dibanding sebelumnya. “Rasanya ibadah saya juga lebih khusyuk. Mungkin jilbab yang saya pakai sekarang belum termasuk kategori jilbab syar’i, tapi saya yakin Allah akan mengarahkan saya ke sana (hijab syar’i),” harapnya.
Ada beberapa konsekuensi yang harus diterima Ayi terkait keputusannya menggunakan jilbab, salah satu di antaranya dia harus mengundurkan diri sebagai karyawati salah satu bank swasta, sebab karyawati bank tersebut tidak dibolehkan menggunakan jilbab. “Banyak orang bilang saya bodoh karena mundur sebagai pegawai bank hanya gara-gara jilbab. Biar saja orang bilang saya bodoh, karena saya sangat yakin, keputusan yang saya ambil adalah yang terbaik bagi saya,” ucapnya dengan mantap.
Suryani tidak hanya harus mundur, namun juga membayar denda Rp10 juta kepada bank bersangkutan, sebab mundur sebelum masa kontrak kerja berakhir. “Meskipun harus mundur dan membayar denda, tapi saya tetap bersyukur pernah bekerja di bank tersebut, karena di sana saya berkesempatan belajar dengan orang-orang hebat,” ungkapnya.
Gadis yang lahir di Kota Pekanbaru tahun 1995 ini mengaku, ibunya termasuk orang yang kaget ketika dia menyatakan ingin memakai jilbab. “Namun setelah saya menjelaskan alasannya, ibu saya akhirnya bisa memahaminya dan mendukung keputusan saya,” jelasnya.
Ayi melanjutkan, masalah lain yang dihadapinya ketika awal memutuskan berjilbab adalah pakaian yang dimilikinya sedikit sekali yang bisa dipadukan dengan jilbab. “Karena dulu saya sering shooting dan ikut modeling, jadi pakaian saya itu umumnya seksi,” ujarnya.
Kini, setelah berjilbab, dia juga harus menolak tawaran pekerjaan dari dunia entertain. “Padahal dulu, shooting itu termasuk hobi terbesar saya, tapi setelah berjilbab saya tak mau lagi menggunakan pakaian pendek. Jadi saya juga harus kehilangan dunia keartisan, padahal dulu cita-cita besar saya tu menjadi artis,” urainya.
“Tapi saya tak menyesal. Selagi saya selalu berusaha berada di jalan Allah, saya yakin Allah selalu bersama saya. Innallaha ma’ashobirin, sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar,” kata Ayi dengan mantap.
Dengan telah memutuskan menggunakan jilbab, gadis manis ini berharap dia bisa terus memperbaiki dirinya sesuai tuntunan Agama Islam, sehingga nantinya benar-benar menjadi wanita shaleha. “Mudah-mudahan jadi bidadari surga. Amin,” ucapnya.
Ayi berharap bisa segera mendapatkan pekerjaan yang baik, yang tidak menghalanginya mematuhi ajaran agama yang diyakininya. “Mudah-mudahan saya bisa bekerja di bank syariah nantinya,” harap Ayi.
“Dan yang lebih penting, mudah-mudahan dengan berjilbab, Allah akan memilihkan lelaki yang sangat saleh dan bertanggung jawab sebagai jodoh saya. Amin,” harapnya lagi.
Semoga Allah SWT mengijabah doa Suryani Wahyu Lestari. Amin.  (Hasan Basril/goriau/sbb/dakwatuna)